Mulai mengenal Jammiyatul Isalamiyah

Organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, bernama Jam'iyyatul Islamiyah, memang belum saya kenal sebelumnya. Sekalipun telah berdiri cukup lama dan kegiatannya sudah menjangkau di 16 provinsi, bahkan sudah memiliki anggota di Malaysia, Singapura dan Brunai Darus Salam, saya belum mengetahuinya. Di Jawa Timur, organisasi itu belum tampak, sekalipun sebenarnya sudah ada beberapa simpatisannya. Sekedar informasi tentang organisasi itu secara terbatas, saya peroleh dari Prof. Azhar Arsyad, mantan Rektor UIN Alauddin Makassar.

Sekitar dua bulan yang lalu, saya diundang oleh Rektor UIN Alauddin untuk mengisi seminar sebagai bagian dari kegiatan memperingati ulang tahun yang ke 50 perguruan tinggi Islam negeri yang berada di Indonesia Timur itu. Dalam perbincangan di kampus itu, saya diberi tahu bahwa besuk harinya juga akan diselenggarakan seminar tentang al Qur'an dan sains yang disampaikan oleh seorang dokter dari Jakarta, bernama dr. H. Aswin Rose Yusuf. Seminar itu, menurut informasinya, akan dihadiri oleh para dokter, Guru Besar Universitas Hasanuddin dan juga dari UIN Alauddin sendiri. Saya ditawari untuk mengikuti kegiatan tersebut dan akan diperkenalkan dengan pembicaranya itu.

Mendapatkan penjelasan dan pandangan dr. H. Aswin Rose Yusuf, saya langsung tertarik, dan bahkan menyatakan kepada beliau bahwa, apa yang dilakukan olehnya itulah yang sebenarnya sudah lama saya cari. Bertahun-tahun memimpin perguruan tinggi Islam, saya berkeinginan agar para mahasiswa dan lulusannya mampu menjelaskan kitab suci al Qur'an dan hadits nabi. Saya selalu membayangkan bahwa, alangkah indahnya jika para mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi Islam mampu menjelaskan berbagai persoalan kehidupan bersumber dari apa yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad, yaitu al Qur'an dan Hadits Nabi.

Saya merasakan bahwa, keinginan tersebut ternyata tidak mudah dicapai. Selama bertahun-tahun memimpin perguruan tinggi Islam, belum menemukan orang yang saya gambarkan ideal itu. Oleh karena itu, ketika bertemu seorang dokter ahli bedah jantung di Makassar tersebut, yang ia ternyata mampu menjelaskan berbagai persoalan hidup dengan mengacu pada al Qur'an dan Hadits Nabi, saya langsung mengatakan bahwa, orang yang memiliki kemampuan seperti inilah yang sebenarnya sudah lama saya cari. Saya merasa beruntung, berhasil ketemu dengan orang yang saya maksudkan, sekalipun sudah tidak lagi menjabat sebagai pimpinan perguruan tinggi Islam.

Pada pertemuan di Makassar itu, saya diberi penjelasan bahwa kegiatan kajian al Qur'an dan Hadits Nabi dimaksud berada di bawah organisasi Islam bernama Jam'iyyatul Islamiyah. Memahami kegiatannya seperti itu, saya menyatakan tertarik, sehingga oleh Pembinanya, ---yaitu dr. Aswin Rose Yusuf, saya ditawari untuk menjadi anggota kehormatan organisasi tersebut. Oleh karena saya tertarik pada kegiatan kajian al Qur'an dan Hadits Nabi, apalagi kajian itu selalu dikaitkan dengan problem-problem kehidupan, termasuk sains, maka tawaran itu saya terima dengan senang hati. Dengan demikian, saya merasa telah menjadi bagian dari orang-orang yang berusaha memahami dan mengamalkan kitab suci al Qur'an dan tauladan hidup yang diberikan oleh Rasulullah.

Mendengarkan pernyataan bahwa saya tertarik pada kegiatan tersebut, dr. Aswin Rose Yusuf memberi tahu, bahwa kegiatan serupa akan dilaksanakan di Medan dan akan diikuti oleh para Guru Besar dari Universitas Sumatera Utara, UIN Medan, dan juga dari berbagai perguruan tinggi lainnya. Jika ada waktu, saya diajak hadir dan disediakan tiket perjalanan untuk pulang pergi. Atas tawaran baik itu saya sanggupi untuk datang. Mengikuti kajian al Qur'an di Medan, Sumatera Utara, saya bertambah yakin bahwa kegiatan itu sangat besar manfaatnya untuk mendekatkan kaum muslimin pada kitab suci al Qur'an dan Hadits Nabi. Oleh karena itu, saya memberikan apresiasi terhadap kegiatan dimaksud. Selanjutnya, tanpa menduga sebelumnya, saya diminta oleh Pembina Jam'iyyatul Islamiyah, dr. H.Aswin Rose Yusuf, agar duduk sebagai Ketua Penasehat pada tingkat Pusat. Tawaran tersebut saya rasakan sebagai kehormatan, maka saya menerimanya.

Dalam kesempatan itu, saya juga menawarkan agar dr. Aswin Rose Yusuf berkenan ke UIN Malang untuk menjelaskan al Qur'an dan Hadits Nabi sebagaimana dilakukan di Makassar maupun di Medan. Beliau menyanggupi, dan memberikan waktu pelaksanaannya pada tanggal 17 Nopember 2015. Saya menyetujui tanggal yang ditawarkan tersebut, namun saya merasa harus memberi tahu bahwa, keputusan terakhir tentang waktu pelaksanaan kegiatan itu adalah pada Rektor, pengganti saya. Sementara itu, beliau masih sedang menjalankan ibadah haji. Mendengar saya masih akan konsultasikan tentang waktu pelaksanaan kajian itu, Pembina Jam'iyyatul Islamiyah menanyakan, yaitu mengapa harus berkonsultasi dengan Rektor segala. Saya jelaskan bahwa yang berlaku di instansi pemerintah, semua anggaran untuk kegiatan di kampus harus memperoleh persetujuan Rektor.

Mendengar penjelasan tersebut, dr. Aswin Roses Yusuf menanyakan tentang peruntukan anggaran dimaksud. Saya menjelaskan bahwa anggaran itu untuk biaya transportasi, hotel, dan akomodasi, yang jumlahnya tentu tidak sedikit. Mendapatkan penjelasan itu, Pembina organisasi Islam tersebut melanjutkan pertanyaannya, yaitu apakah kajian al Qur'an dan Hadits tersebut tidak bisa diselenggarakan di kampus. Jika kegiatan itu di kampus, mengapa harus ada biaya transportasi dan juga hgotel. Segera saya menjawab bahwa, biaya transportasi, hotel dan lain-lain tersebut adalah untuk dr. Aswin Rose Yusuf selaku pembicara. Jawaban saya tersebut direspon dengan sangat mengharukan, yang hal itu tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Beliau mengatakan bahwa, kedatangannya ke UIN Malang adalah untuk berbicara tentang al Qur'an dan Hadits Nabi. Oleh karena itu, menurut pandangannya, tidak boleh berharap untuk memperoleh upah. Semua yang diperlukan terkait kehadirannya itu akan dibiayai sendiri.

Dr. Aswin Rose Yusuf kemudian menjelaskan bahwa di dalam al Qur'an terdapat ayat pendek yang seharusnya dijadikan pegangan, yaitu pada surat Yaasin, ayat 21 mengatakan : 'Ittabi'uu mal laa yas-alukum ajraw wahum muhtaduun', artinya : ikutilah orang-orang yang tidak minta upah kepadamu, sedang mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Mendengarkan penjelasan itu, saya benar-benar terharu. Di Tengah-tengah banyak orang tidak sanggup mendatangi undangan Majlis Kajian al Qur'an dan Hadits dalam jarak dekat jika tanpa diberi upah, dan bahkan ada pula yang justru menentukan tarif tinggi, namun ternyata masih ada orang yang memegangi petunjuk al Qur'an. Ia tidak mau dibayar dan bahkan semua pembiayaan kedatangannya dikeluarkan dari sakunya sendiri. Sungguh hal itu merupakan sesuatu yang tidak biasa terjadi, tetapi adalah amat mulia. Wallahu a'lam. 

Seminggu setelah mengikuti kegiatan Jam'iyyatul Islamiyah di Medan, saya diundang pada kegiatan yang sama, di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Ir. Sunyoto mengundang dr. Aswin Rose Yusuf, selaku Pembina Jam'iyyatul Islamiyah, untuk berbicara di hadapan para Guru besar UGM membahas tentang Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan. Atas undangan dimaksud saya hadir pada kegiatan tersebut

Sebanyak tiga kali mengikuti kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh organisasi keagamaan yang baru saja saya mengenalnya tersebut, saya semakin memperoleh pemahaman tentang cara memahami al Qur'an dan hadits Nabi yang selama ini saya cari-cari. Pada setiap kegiatan seminar dimaksud, yang saya merasa lebih tepat menyebut kegiatan itu dengan istilah kajian al Qur'an dan Hadits bersama dr.H. Aswin Rose Yusuf, saya memperoleh berbagai konsep dan secara langung dijelaskan dengan merujuk pada al Qur'an dan hadits Nabi.

Dalam kajian itu, Pembina Jam'iyyatul Islamiyah rupanya sengaja tidak menyampaikan pendapat atau gagasannya sendiri. Jawaban atas persoalan yang dibahas, oleh beliau ditunjukkan jawabannya pada al Qur'an dan atau Hadits Nabi. Dr.H Aswin Rose Yusuf, sekalipun seorang dokter dan tidak pernah belajar di pesantren dan juga di perguruan tinggi Islam, ternyata dengan lincahnya mampu menunjukkan ayat-ayat al Qur'an sebagai jawabannya. Terasa sekali, beliau sangat menguasai isi al Qur'an dan Hadits Nabi.

Berbagai pertanyaan yang diajukan secara mendadak sekalipun, berhasil dijawab dengan jelas. Jawaban-jawaban yang diberikan itu terasa khas dan tidak jarang berperspektif baru, namun terasa lebih tepat dan masuk akal. Rupanya beliau sangat berhati-hati dalam berpendapat. Sepanjang jawaban tentang sesuatu hal telah tersedia di dalam al Qur'an maupun Hadits Nabi, maka ahli bedah jantung tersebut tidak mengajukan jawaban selainnya. Cara tersebut lebih dipilih dengan alasan bahwa, ketika beliau menyampaikan gagasannya sendiri, maka orang lain juga akan mengajukan gagasannya yang mungkin saja berbeda, dan demikian pula orang yang berbeda lainnya.

Saling berlomba gagasan atau pendapat mungkin ada untungnya, tetapi juga akan menjadi semakin rumit untuk menyatukannya. Pada kenyataannya, menyatukan gagasan yang berbeda-beda itu lebih sulit dibanding menjalankan gagasannya itu sendiri. Sebagai akibatnya, dengan banyaknya gagasan atau pendapat itu, maka dikhawatirkan umat Islam hanya sibuk memperdebatkan gagasan, dan bukan menjalankan perintah, peringatan, petunjuk al Qur'an dan Hadits Nabi. Selain itu, semakin banyak pendapat, maka umat Islam akan berpecah belah yang diakibatkan oleh banyaknya gagasan atau pendapat yang berbeda-beda sebagaimana dimaksudkan itu.

Pada kesempatan mengikuti kajian al Qur'an dan Hadits Nabi yang diselenggarakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UGM, saya yang sebelumnya ditunjuk sebagai Ketua Dewan Penasehat, ----sekalipun baru seminggu, ternyata jabatan itu diubah lagi, yaitu menjadi Ketua Umum Jam'iyyatul Islamiyah. Sebelumnya, jabatan itu dipegang oleh Prof. Dr. Azhar Arsyad, mantan Rektor UIN Alauddin, Makassar. Dalam organisasi keagamaan ini, jabatan ternyata sama sekali tidak pernah diperebutkan. Siapa saja yang dipandang pantas dan atau layak memimpin, maka sewaktu-waktu bisa ditunjuk. Hal yang menarik lagi, penunjukkan itu asalkan dilakukan oleh Pembina, maka pengurus atau anggota lainnya akan mengikutinya.

Sebagai orang baru yang belum banyak mengerti tentang Jam'iyyatul Islamiyah tentu merasa kaget. Akan tetapi, segera diberikan penjelasan bahwa, di organisasi ini terbiasa dilakukan pergantian pengurus secara mendadak. Pergantian pengurus pada Jam'iyyatul Islamiyah sama sekali tidak menimbulkan gejolak, rasa sedih, kecewa, atau lainnya. Pada organisasi keagamaan ini dikembangkan suasana ikhlas, sabar, saling mempercayai, semuanya diajak berlomba untuk menjalankan kebaikan, menjaga atau merawat hati, menjauhkan diri masing-masing dari sepuluh akhlak buruk, dan sejenisnya. Menunjukkan sifat negatif, tidak ikhlas misalnya, akan merasa malu sendiri.

Setelah penunjukan sebagai ketua umum Jam'iyyatul Islamiyah, ternyata tidak ada orang yang memberikan ucapan selamat. Memang, setelah mendengarkan keputusan tersebut, wajah para anggota organisasi ini, menunjukkan suasana haru. Akan tetapi, jabatan sebagai pengurus, bahkan sebagai Ketua Umum sekalipun, rupanya bukan dianggap sebagai sesuatu yang berlebih. Jabatan selalu dikaitkan dengan amanah. Di lingkungan Jam'iyyatul Islamiyah terasa tidak ada strata sosial yang mendasarkan pada jabatan seseorang dalam organisasi. Strata yang sebenarnya adalah akan dilihat dari sejauh mana seseorang berhasil menjaga hatinya masing-masing. Orang yang paling bertaqwa itulah yang dianggap berstrata tinggi atau paling mulia di antara sesama, dan bukan seseorang yang diberi amanah memimpin organisasi. Wallahu a'lam
Copyright ©

Baca juga :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar