KH.Abdul Karim Djamak



 

KH.Abdul Karim Djamak

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Nama lengkapnya KH.Abdul Karim Djamak, Gelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandapo Rawang koto teluk tiang agama sakti Alam Kerinci. Beliau akrab dipanggil Wo (sebuah panggilan lebih tua di Kerinci) Meninggal di RS Pelni Jakarta 28 April 1996 bertepatan dengan 10 Zulhijah 1416 H dalam usia 89 tahun.

Ayahanda yang mulia telah tiada, pergi meninggalkan kita semua untuk selama lamanya. Begitu banyak kenangan yang indah serta suri tauladan yang ditinggalkannya. Sabar penuh pengertian serta kasih sayang yang selalu menjadi sikap hidupnya. Tabah dan teguh dalam menghadapi fitnah, cobaan dan hasutan. Penuh rasa syukur atas karunia Allah SWT yang menjadi patokan hidupnya. Sabar jua lah yang menjadi pelajaran berharga baginya. Tiada yang dapat kita berikan padanya. Kecuali melaksanakan amanahnya




x



Memposisikan Abdul Karim Jamak sebagai Ulama Asia Tenggara dari Kerinci, Jambi, Indonesia. Positioning Abdul Karim Jamak as a Southeast Asia Ulama from Kerinci, Jambi, Indonesia


Oleh : Ahmad Zuhdi

Mahasiswa Akademi Pengajian Islam, J urusan Akidah dan Pemikiran IslamUniversiti Malaya, Jalan University, 50603 Kuala Lumpur, MalaysiaEmail: f7zuhdi@um.edu.my 


KH.Abdul Karim Jamak masih menjadi pembicaraan dalam fenomena keagamaan di Jambi, Sumatera bahkan Asia Tenggara. Aktivitasnya yang banyak dilakukan di Kerinci, sebagai satu tempat yang cukup sukar dijangkau dulu, menjadi kontroversial dengan banyak cerita tambahan tentangnya. Penelitian ini ingin mendalami biografi dan peran Abdul Karim Jamak dalam kegiatan dakwah Islam serta mendeskripsikan beberapa hasil penelitian sebelum ini tentang tokoh Islam dari Kerinci tersebut. Hasil penelitian ini sendiri memperlihatkan bahwa kontroversial tentang Jamaah Islamiyah yang dipimpin Abdul Karim Jamak bukanlah kelompok yang sesat. Bahkan, Abdul Karim Jamak berperan besar dalam islamisasi dan layak diposisikan sebagai salah seorang ulama Nusantara, bahkan ulama Asia Tenggara dari Kerinci, Indonesia. Kata Kunci: Abdul Karim Jamak, Ulama Kerinci, dan Asia Tenggara.

Abstract: Abdul Karim Jamak almost straight into a discussion of the religious phenomenon in Kerinci, Sumatra and even in Southeast Asia. His activities are mostly done in Kerinci, as a place that is quite difficult to reach once, to be controversial with many additional stories about him. This study wants to explore the biography of Abdul Karim Jamak and his role in Islamic missionary activity, and to describe some of the results of the research before about this an Islamic ulama of the Kerinci. The results of this study itself show that controversial stories about Jamaah Islamiyah led by Abdul Karim is not an Islamic deviant splinter group. In fact, Abdul Karim plays an important role in islamization and could be positioned as one of the scholars of the archipelago, and even Southeast Asia ulama from Kerinci, Indonesia. Keywords: Abdul Karim Jamak, Ulama Kerinci, and Southeast Asia.

A. Pendahuluan
Sebagai anak sulung, Abdul Karim Jamak atau biasa dipanggil oleh masyarakat sebagai Buya Karim Jamak atau Karim Jamak, telah mengawali hidupnya sebagai nelayan, pekerjaan tersebut dia tekuni untuk membantu orang tua. Karim Jamak meneruskan kerja sewaktu kecil dan tetap menuntut ilmu. Dia nampak memiliki pemikiran yang berbeda dengan pemikir yang lain, hingga dapat dijuluki sebagai seorang modernis, reformis, bahkan kontroversial. Karim Jamak berusaha mengajarkan masyarakat supaya sesuai dengan ajaran Rasulullah, serta berusaha mengembangkan nilai keislaman dari dalam diri tanpa ada perlawanan batiniah, yang selalu mengajak orang tersesat dan jauh dari ajaran agama. 

Kegiatan mendidik masyarakat dia lakukan melalui pengajian rutin dan dakwah. Meskipun diminta datang mengajar agama oleh masyarakat muslim dari berbagai lokasi atau daerah,Karim Jamak tetap menghadiri untuk menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT. Karim Jamak memulai mengembangkan ajaran Islam yang dianggap kontroversi oleh masyarakat dengan metode penyiaran dan metode organisasi, serta gaya politik yang dapat diterima oleh masyarakat luar dari daerah Kerinci lainnya. Meskipun berbagai tantangan yang harus dihadapinya, Karim Jamak terus menjalankan tiga cara dakwahnya tersebut. Ketiga metode ini nampak sederhana, tetapi dia telah membuka mata umat Islam untuk setia memilih Islam sebagai agama yang benar. Pendidikan keagamaan diperolehnya sejak kecil dari keluarga.

Karim Jamak dilahirkan di desa Tanjung Rauang, kecamatan Hamparan Rauang, Kabupaten Kerinci pada tahun 1906 M, bertepatan 12 Rabiul Awal 1326 H. Ayahnya Tengku Muhammad Jama’at dan ibunya Sa’minah binti MMuMuhammad 1.

Karim Jamak adalah anak pertama dari sepuluh (menjadi delapan) bersaudara dan dididik dalam keluarga yang melaksanakan ibadah sebelum Ia mendapat pendidikan di sekolah. Ia menimba ilmu dari kedua orang tuanya, terutama ilmu-ilmu agama, seperti ilmu fiqh, ilmu tauhid, dan tasawuf serta ibadah. Selain dari ayah dan ibu, Karim Jamak sewaktu kecil juga diasuh oleh Haji Muhammad Thaib yang juga kakeknya, serta Haji Kari Ahmad. Dia juga pernah dibimbing dan mendapat pelajaran agama dari Syaikh Muhammad Khatib Kadhi, Hakim Agama Kabupaten Kerinci yang merupakan kakeknya .

Karim Jamak, sebagaimana yang dijelaskan oleh adiknya, Abdul Rasyid,3 adalah keturunan Arab dari ayah yang susunan keturunannnya sampai ke Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Neneknya yang berasal dari Kerinci. Secara khusus pekerjaan Karim Jamak sebagai Guru Agama Islam dan Pembina Jam’iyatul Islamiyah.

Akan tetapi selain dari pekerjaan sebagai guru agama, sebagai anak pertama Karim Jamak bertanggung jawab untuk membantu kedua orang tuanya, dalam memberikan bantuan belanja hidup bagi adik-adiknya. Karena adik-adik Karim Jamak masih bersekolah secara formal dan di pondok Pesantren. Dengan kebijaksanaan, mencoba hidup sebagai nelayan, memasang jaring (pukat), memasang lukah, menjala ikan yang dapat menghasilkan uang, walaupun pekerjaan ini dapat dikatakan berat, namun Ia tetap yakin kepada Allah swt. agar diberkati.

Pekerjaan ini Ia lakukan tanpa merasa letih dan lelah. Ternyata kesibukan dalam membantu kedua orang tua mencari nafkah, Iapun masih dapat meluangkan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. sehingga Karim Jamak mendirikan sebuah surau tempat untuk beribadah, solat, zikir dan sebagainya di pinggir sungai Tanjung Rauang.

Namun terdapat segelintir masyarakat yang tidak senang dengan usahanya, Iapun memindahkan tempat ibadahnya di Muaro Air desa Kumun .

Perpindahan Karim Jamak dari Tanjung Rawang turut mengilhami Karim Jamak untuk memperdalam pengetahuannya tentang agama 8. Ramainya orang yang tidak percaya akan kemampuan Karim Jamak sehingga tidak sedikit terlontar kata-kata yang tidak sehat terhadapnya9 justru Karim Jamak semakin yakin dan percaya bahwa menerapkan ilmu pengetahuan terutama agama tidak lah mudah. Bahkan dimana-mana pasti menghadapi tantangan. Situasi tersebut membuat Karim Jamak menjadi terkenal, karena Ia sendiri berusaha menerima anggapan buruk dari orang lain dengan sikap yang bijaksana, bahkan mengatakan sebagai muslim tidak seharusnya saling memusuhi, membenci apalagi berlaku kasar. Ungkapan-ungkapan seperti ini selalu Karim Jamak sampaikan kepada anak-anak Karim Jamak dan juga kepada pengikut-pengikutnya10.

Ajaran yang disampaikan oleh Karim Jamak, sebenarnya merupakan tuntunan dari Rasulullah saw. dalam sabdanya:

”Muslim yang baik adalah jika muslim lain merasa tentram dari perkataan dan perbuatannya”.

Meskipun kegiatan sehariannya membantu orang tua, tetapi Karim Jamak juga tetap gigih bersemangat untuk belajar beberapa ilmu agama, terutama fardu ‘ain dan tauhid. Karim Jamak banyak bertanya kepada teman-teman sebayanya, lalu Ia mencoba memahami dan mendalaminya. Sehingga dalam waktu yang singkat pengetahuan yang didapatnya mampu pula diajarkan kepada yang lain. Karim Jamak berfikir bahwa untuk apa dia memiliki dan mempunyai ilmu jika tidak diamalkan dan diajarkan kepada orang lain yang juga berhak untuk mengetahui apa yang mereka tidak tahu, tidak akan miskin karena memberikan ilmu kepada orang lain12

B. Pendidikan Abdul Karim Jamak
Karim Jamak memperoleh pendidikan keagamaan kedua dari kakek dan pamanya, selain yang pertama-tama dari orang tua. Dia lahir dalam keluarga Islam, maka tidak sukar baginya untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ada dalam lingkungan keluarga sendiri. Dia tidak pernah menerima pendidikan secara formal.

Berikut diuraikan beberapa tahapan pendidikan Karim Jamak :

Pendidikan Karim Jamak pada usia 01 – 12 tahun. Pendidikan awal Karim Jamak, dimulai dari orang tuanya. Pada usia ini Ia belajar tentang akhlak, fardu ‘ain, ilmu fikih, ilmu tauhid dan tasawuf serta akidah-akidah yang bersangkut paut dengan tauhid, mengikuti sunnah wal jamah berdasarkan Al-Quran dan Hadis Rasulullah saw13. Orang tuanya mendidik Karim Jamak bagaimana tata cara shalat, berwudu serta berpuasa14. Pendidikan seperti terus berlanjut sehingga Karim Jamak berusia 13 tahun.

Pendidikan Karim Jamak pada usia 13 – 21 tahun. Ia lebih banyak belajar kepada kakek Karim Jamak Muhammad Taib, yang merupakan seorang ulama. Dari kakeknya inilah Karim Jamak mendalami ilmu-ilmu yang luas tentang Islam. Seperti ilmu akidah, tauhid dan tasawuf15. Disamping menimba ilmu dari bapa saudaranya, Karim Ahmad dan Muhammad Khatib, Ia juga diberi kepercayaan mengajar di mushalla16

Pendidikan Karim Jamak pada usia 22 – dewasa. Pada usia ini, Karim Jamak sudah memiliki kematangan dalam mengajarkan ajaran Islam, Ia juga pernah belajar ilmu agama kepada Buya Hamka, di Jakarta17. Sebagai anak sulung, Ia sering mendapat kepercayaan orang tuanya dalam membantu adik-adiknya. Sehingga dimasa mudanya Ia lebih rajin dan tekun bekerja serta giat berusaha.

Karim Jamak yang hidup dalam situasi sosial dan politik di Hindia Belanda pada awal abad ke dua puluh, telah ikut berjuang dalam penyiaran pengembangan ajaran Islam, hingga memasuki lingkungan pendidikan. Keadaan pendidikan dan politik di zaman penjajahan, ketika itu sangat terbatas, karena semua kegiatan masyarakat diawasi dan di jaga oleh Belanda. Sehingga tidak heran bila sistem pendidikan Islam sering dijadikan mangsa yang harus berhadapan dengan peraturan penjajah. Keadaan inilah yang telah membangkitkan kesedaran warga, khusunya di Kerinci, dan juga golongan ulama, yang berkelanjutan meyakinkan umat Islam makna pendidikan yang lebih terorganisir dan terpimpin. Meskipun demikian bukan berarti Ia tidak belajar sama sekali, dia belajar kepada guru guru yang dekat dan mudah di datangi, termasuklah H. Maktib sebagai Kali Hakim di Zaman Belanda, H. Muhammad Thaib kakeknya, bapak dari ibu yang wafat di Mekah, H. Karim Ahmad kakek Paman Kandung dari Ibunya yang juga wafat di Mekah, dan Tengku Muhammad Jum’at ayah Ia sendiri. Pada tahun 1969 ia bersama temannya Amir Usman yang berasal dari desa Kumun-Sungai Penuh mendapat bimbingan dan petunjuk di bidang agama Islam dari Prof. Dr. Hamka di Jakarta.

Menurut Abdul Rasyid, Karim Jamak memiliki prinsip dan tekad hidup, yaitu sepanjang ada peluang dan kesempatan untuk belajar dia akan mengikut dan mempelajarinya. Sikap rajin bertanya, mendiskusikan perkara yang belum diketahui dan dipahami, dan ia tidak merasa malu menemui guru bila sesuatu perkara masih meragukannya. Ia tidak pernah putus asa, senantiasa berharap kepada Allah swt. Karim Jamak berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang dapat memberikan kenikmatan rohaniah, yang dapat memberikan kesenangan dan membahagiakan orang lain. Disisi lain Karim Jamak juga memperjuangkan hidupnya dengan mendalami ilmu pengetahuannya. Ilmu-ilmu yang Ia dapatkan diamalkannya, dia senantiasa menjalani ibadah dan zikir kepada Allah swt., dan bahkan Ia selalu bermunajat disaat malam. Inilah bentuk amalan rutin yang dikerjakannya. Amalan-amalan tersebut ia lakukan sebagai bukti pemahamannya tentang ayat Allah dalam Al-Quran yang terjemahnya: “Mereka beribadat malam dan siang, Dengan tidak situasi lingkunganb henti.”. Meskipun keluarga yang tidak memungkinkan ia belajar tinggi sebagaimana teman-teman sezaman dengannya. Tetapi Karim Jamak tidak pernah berputus asa ataupun menyerah dengan nasib. Anak kandung Ia menceritakan tentang keseriusan dan semangat Ia, yang paling menarik pada Karim Jamak adalah, Ia sangat bersungguh dalam menerapkan ilmu dan amalannya, dalam bentuk keyakinan, perbuatan dan juga apa yang sepatutnya ditinggalkan, ia juga mampu memberikan keseimbangan antara kehidupan material dan spritual.

Seiring dengan pemahaman dan pengetahuan Karim Jamak diatas, tidaklah salah sekiranya ada persamaan pemikiran Karim Jamak dengan ulama besar lainnya seperti apa yang disebutkan oleh Ibnu Qadamah yang benar adalah ilmu mu’amalah hamba terhadap Rabbnya. Mu’amalah yang dibebankan di sini meliputi tiga macam, yaitu;
  1. Keyakinan,
  2. Perbuatan,
  3. Apa yang harus ditinggalkan 
Keadaan keyakinan yang ditunjukkan Karim Jamak mengajarkan agama dengan menggunakan metode ilmu ketuhanan yang berawal dari suatu kepercayaan bahwa Allah melihat kekhusukan ibadah hambanya ketika berada dihadapan Ka’bah26. Sedangkan ulama Kerinci tidak menyebutkan hal-hal seperti Karim Jamak tersebut. Sehingga timbul sanggahan dari Majelis Ulama Kerinci, dengan menyatakan bahwa Karim Jamak membuat “sesuatu” yang baru atau “mengada-ada”. Pendapat lain yang berkaitan dengan Karim Jamak tersebut, menjelaskan hal yang demikian dipandang wajar, seperti yang dikemukakan oleh Eric. J. Sharpe; bahwa kecintaan terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat, merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis

Berdasarkan kenyataan seperti ini, maka benar jika muncul suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisi dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub, yaitu teks dan situasi atau konteks, masa lampau dan masa kini. Hal demikian mesti ada dalam setiap agama meskipun dalam bentuk dan fungsi yang berbeda-beda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar