"Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian banyak menangis dan sedikit tertawa."
— Hadis Nabi ﷺ, riwayat Bukhari dan Muslim
Ungkapan Rasulullah ﷺ ini bukan sekadar nasihat, bukan sekadar sindiran, dan bukan sekadar kiasan. Ia adalah pancaran dari pintu langit yang dibukakan hanya kepada beliau. Dalam kalimat itu, tersembunyi kesadaran ruhani yang amat dalam — bahwa dunia ini fana, akhirat itu nyata, dan beban sebagai utusan Tuhan bukanlah ringan.
"Umatku... umatku…"— (HR. Muslim)
Banyak menangis dan sedikit tertawa bukan berarti murung. Tapi itulah kondisi hati yang hidup dan sadar. Tangis yang lahir bukan karena kehilangan dunia, tapi karena terlalu sadar akan kedekatan perhitungan, terlalu takut akan pertanggungjawaban, dan terlalu cinta untuk sekadar membiarkan hidup berlalu tanpa makna.
Bagaimana Mencintai Rasul
Aku sering bertanya pada diriku, bagaimana seharusnya kita mencintai Rasulullah ﷺ? Jawabannya sederhana, tapi mendalam—dengan meniru setiap langkahnya, dengan menjaga amal dan niat kita, serta menjadikan setiap detik hidup kita sebagai bentuk peribadahan kepada Allah.
Cinta kepada Rasulullah ﷺ bukan hanya sebatas di bibir, tetapi harus terwujud dalam setiap aspek kehidupan kita, bahkan dalam pekerjaan sehari-hari. Sebagaimana yang beliau ajarkan, kita tidak hanya bekerja untuk mendapatkan rezeki, tetapi juga untuk menegakkan nilai-nilai yang beliau sampaikan.
Suluk Seorang Musafir
Dalam suluk seorang musafir—sepertiku, yang berjalan dari rumah ke rumah memperbaiki peralatan orang-orang—bukan hanya mesin yang kau betulkan. Ada anak kecil yang menangis kau bujuk, ada ibu yang panik kau tenangkan, ada tetangga yang tersenyum melihat kau duduk di kursi lipat membawa harapan.
Antara Mukmin dan Kafir dalam Diri
Penutup
Musafir JI — Dalam perjalanan menuju pertemuan dengan Yang Dicintai.